PESAN R.A. KARTINI, KEMULIAAN MEMBACA, DAN SEMANGAT MENULIS

"Jika kamu ingin mengenal dunia, membacalah. 
Jika kamu ingin dikenal dunia, menulislah." 
(Armin Martajasa).
Penulis: 
     
Dr. Elyusra, M.Pd. (Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sasta Indonesia FKIP - UMB)

PESAN R.A. KARTINI, KEMULIAAN MEMBACA, DAN SEMANGAT MENULIS

Oleh: Elyusra

Banyak orang yang setuju bahwa membaca dan menulis adalah ibarat dua sisi mata uang. Membaca dan menulis bukanlah dua hal yang berdiri sendiri, namun dua hal yang bersinergi secara harmoni. Sangat disayangkan bahwa kedua hal ini masih merupakan persoalan bangsa ini. Lembaga-lembaga pendidikan sampai saat ini belum mampu membawa peserta didik ke alam peradaban membaca dan menulis, padahal R.A. Kartini sudah membangun peradaban membaca dan menulis dengan sangat kukuh.

Mengenang Kembali R.A. Kartini
Kartini adalah seorang putri Jepara, lahir tanggal 21 April 1879, adalah anak seorang bupati Japara bernama Raden Mas Adipati Ario Sosrodiningrat dan ibunya bernama Ngasirah. Kartini bersekolah di Europese Lagere School (ELS), yakni sekolah yang diperuntukkan kepada anak-anak Belanda, anak-anak Indo-Belanda, dan anak pejabat pribumi. Kartini tidak melanjutkan pendidikannya ke HBS (Hoogere Burgerschool) setamat ELS, karena ia harus menjalani masa dipingit, sebagai suatu tradisi dalam masyarakat Jawa. Demikian diungkap Sulastin (1981) dalam buku berjudul Surat-surat Kartini.

Masa dipingit dilalui oleh R.A. Kartini secara bijak. Kartini patuh untuk berdiam di rumah, tidak melakukan interaksi secara langsung dengan orang-orang di luar rumah. Pada sisi yang lain, dalam diri Kartini tumbuh sebuah kesadaran tentang arti penting pengetahuan, keterampilan, serta sikap-sikap positif yang bernilai untuk kehidupan seorang wanita sebagai bagian dari suatu bangsa. Hal ini dikenal sebagai ide kebangsaan R.A. Kartini. Pemikiran Kartini yang semula ingin memajukan wanita di Jawa, akhirnya mencakup pula untuk wanita-wanita yang lain. Ide-ide kebangsaan Kartini dapat mewarnai kebijakan-kebijakan pemerintah Kolonial dalam menjalankan politik balas budi di saat berkuasa.

Dari pelajaran yang diperoleh semasa bersekolah di ELS, Kartini mengenal kemajuan peradaban Barat. Lebih daripada itu, aktivitas membaca Kartini membuat bibit-bibit rasa terkungkung dalam dirinya tumbuh menjadi daya pendobrak. Kartini menginginkan kebebasan dan kemandirian dapat diperoleh bersama wanita-wanita sebangsanya. Dalam surat kepada nona Zeenandelaer, 25 Mei 1899, seperti dikutip oleh Hartutik dalam jurnal Seuneubok Lada (2015), Kartini menulis: “dan adat kebiasaan negeri kami sungguh-sungguh bertentangan dengan kemajuan zaman baru yang saya inginkan masuk kedalam masyarakat kami”. Fenomena ini sudah dapat menggiring kita kepada “aroma” membaca dan menulis yang dilakukan oleh R.A. Kartini. Pemikiran R.A. Kartini ini telah membawa wanita Indonesia ke alam kemajuan.

Pesan-pesan R. A. Kartini
Teks dimaknai oleh Kartini secara luas, mencakup teks tulisan dan teks lisan, termasuk pula perilaku masyarakat dalam berkehidupan. Kemampuan literasi yang dipunyai oleh Kartini mampu menghadirkan sejarah baru wanita Indonesia. Parlindungan Hasibuan menulis dalam majalah Historia yang bertajuk “Peran Wanita” (1988) bahwa Kartini dipilih oleh Mr. Slingerberg, utusan Mentri Jajahan Belanda demi mendapatkan informasi tentang strategi membuat masyarakat Jawa lebih maju dan sejahtera, arah pembelajaran diperbaiki dan diperluas, serta upaya lebih meningkatkan peradaban dan kemajuan perempuan Jawa. Jawaban Kartini untuk pertanyaan-pertanyaan tadi termaktub dalam Nota Kartini dengan judul “Berilah Orang Jawa Pendidikan”. Tiga ide Kartini, yakni moral, pendidikan, dan kesehatan.

Penelitian Nur Moh. Arif Rohman (2017) mengungkap bahwa yang sebenarnya ingin diperjuangkan oleh Kartini adalah sekolah untuk wanita. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia V, Poesponegoro dan Notosusanto (1984) dinyatakan bahwa Perkumpulan Kartinifonds (Dana Kartni) didirikan tahun 1912 atas usaha tuan dan nyonya C.Th. van Deventer, seorang penganjur politik etika, yang bertujuan untuk mendirikan sekolah-sekolah “Kartini”. Demikian pula pemikiran Kartini dalam surat-surat yang dikirimkan kepada kawan-kawan korespondensi yang berasal dari Belanda. Konten surat yang sangat sarat dengan makna tersebut dapat ditulis oleh R.A. Kartini, karena ia menghargai kegiatan membaca. Diungkap oleh Hartutik dalam jurnal Seuneubok Lada (2015), bahwa Kartini membaca buku-buku, koran, dan majalah Eropa yang berkualitas tinggi, bahkan majalah yang berat. Dari surat-suratnya tampak R.A. Kartini membaca dengan penuh perhatian sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang R.A. Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Satu hal lagi, semua bacaan Kartini itu berbahasa Belanda.

Kegiatan membaca Kartini difasilitasi oleh kakaknya yang memberikan sebuah lemari yang penuh dengan buku. Kunci lemari buku itu ibarat simbol membuka pikiran Kartini ke dunia luas dengan bebas. Pada masa sekarang fasilitasi untuk berliterasi sangatlah tersedia dengan baik. Untuk aktivitas membaca, baik buku, jurnal, majalah, dan koran cukup tersedia. Yang dibutuhkan sekarang adalah kemauan, kesadaran, dan usaha untuk mampu mengakses informasi, mengelola informasi, dan menyajikan informasi tersebut. Banyak pihak yang menyelenggarakan kegiatan pelatihan menulis, baik menulis dengan corak ilmiah, maupun menulis dengan corak populer. Demikian pula komunitas-komunitas berliterasi yang tumbuh seperti cendawan di musim hujan. Ada kenyataan yang menggembirakan bahwa di masa pandemi Covid-19 ini, intensitas pertumbuhan komunitas berliterasi cukup tinggi.

Kartini-Kartini IRo-Society
Pertubuhan komunitas berliterasi yang tinggi di masa kini menjadikan komunitas ini tidak lagi menjadi hak mutlak orang-orang yang menekuni ilmu linguistik atau ilmu bahasa. Seorang pakar listrik dapat saja menekuni bidang linguistik. Demikian halnya seorang guru besar elektronik di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), yakni Prof. Ir. Dr. Imam Robandi M.T. yang telah membagun sebuah komunitas berliterasi bernama IRo-Society.Kata IRo dalam nama komunitas ini adalah singkatan nama beliau, Imam Robandi. Profesor Imam Robandi yang dijuluki pula dengan sapaan Sensei ini mengelola komunitas dengan sangat baik, program-program direncanakan dengan runtut, dan kontrol sikap-sikap positif dalam berliterasi para peserta komunitas senantiasa dalam kawalan beliau. Satu strategi jitu beliau dalam menumbuhkan sikap-sikap positif dalam berliterasi untuk peserta komunitas ini adalah keteladanan atau modeling .Tentu dapat diterka bahwa produk-produk karya para santrinya adalah karya-karya yang berkualitas, baik dalam bentuk tulisan-tulisan lepas seperti artikel, maupun yang berupa buku, baik buku yang ditulis secara berkolaborasi, maupun buku yang ditulis secara mandiri.

Sudah jamak diketahui bahwa wanita masa kini menjadi peserta komunitas berliterasi dengan jumlah yang cukup signifikan. Demikian pula di komunitas IRo-Society, sebagian peserta grup ini adalah para “Kartini” yang sudah menyadari betul arti penting berliterasi. Para “Kartini”, santriwati IRo-Society, ini senantiasa bersemangat membaca dan menulis dengan suatu kesadaran mengemban tugas mulia membangun peradaban baru, yakni peradaban literasi. Mereka berasal dari berbagai penjuru Nusantara, baik yang bertinggal di kota-kota, maupun yang di desa-desa. Mereka juga berasal dari berbagai latar belakang, baik latar belakang pekerjaan, budaya, tingkat sosial, tingkat ekonomi, bahkan agama. Para Kartini IRo-Society ini seakan disedot oleh magnit kuat IRo-Society dan wibawa pimpinannya. Betapa tidak, Prof. Ir. Dr. Imam Robandi M.T. saat ini adalah ketua Dewan Profesor ITS untuk periode 2021-2025.

Profesor Imam Robandi mengemas suatu majlis ilmu yang sangat dikenal dengan akronim KSJM (Kajian Spesial Jumat Malam). Bidang dan topik kajian yang disajikan dalam KSJM ini sangat beragam, seperti bidang kependidikan, pengetahuan alam, lingkungan, dan ketatatulisan. Narasumber yang dihadirkan pun tidak tanggung-tanggung. Para profesor dari berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia ikut berkonstribusi. Selain itu, Profesor Imam Robandi menaruh perhatian yang besar pada proses menulis. Beliau memberikan bimbingan yang sangat baik kepada para santrinya dalam hal menulis. Pembimbingan ini berlangsung sepenuh hari, bahkan sampai tengah malam. Dengan media WhatsApp yang beliau buat, berkisar tujuh puluh grup dengan peserta komunitas lebih kurang 15.000 orang, Prof. Imam Robandi mendedikasikan dirinya untuk anak negeri membangun peradaban baru berliterasi.